Fungsi
adalah “suatu gugusan aktivitas yang diarahkan untuk memenuhi satu atau
beberapa kebutuhan sistem” (Rocher, 1975: 40). Menggunakan definisi ini,
Parsons percaya bahwa ada empat imperatif fungsional yang diperlukan (atau
menjadi ciri) seluruh sistem –adaptasi (A [adaptation]
), pencapaian tujuan (G [goal attainment]
), integrasi (I [integration] ), dan
latensi (L [latency] ), atau
pemeliharaan pola. Secara bersama-sama, keempat imperatif fungsional tersebut
disebut sebagai skema AGIL. Agar bertahan hidup, sistem harus menjalankan keempat
fungsi tersebut:
1. Adaptasi :
sistem harus mengatasi kebutuhan situasional yang datang dari luar. Ia harus
beradaptasi dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan
kebutuhan-kebutuhannya.
2. Pencapaian tujuan:
sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan-tujuan utamanya.
3. Integrasi :
sistem harus mengatur hubungan bagian-bagian yang menjadi komponen-komponennya.
Ia pun harus mengatur hubungan antar ketiga imperatif fungsional tersebut (A,
G, L).
4. Latensi (pemeliharaan pola):
sistem harus melengkapi, memelihara, dan memperbaharui motivasi individu dan
pola-pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi tersebut.
Tentang
keempat sistem tindakan, akan dijabarkan
bagaimana Parsons menggunakan AGIL
Organisme
behavioral adalah sistem tindakan yang menangani
fungsi adaptasi dengan menyesuaikan dan mengubah dunia luar. Sistem kepribadian
menjalankan fungsi pencapaian tujuan dengan mendefinisikan tujuan sistem dan
memobilisasi sumber daya yang digunakan untuk mencapainya.
Dalam hal lingkungan sistem
tindakan, level terendah, yaitu lingkungan fisik dan organik, terdiri dari unsur-unsur
tubuh manusia, anatomi dan fisiologi yang sifatnya nonsimbolis. Level
tertinggi, yaitu realitas hakiki, seperti dikatakan Jackson Toby, merupakan
“bagian metafisis,” namun Toby juga berargumen bahwa Parsons “tidak terlalu
banyak merujuk kecenderungan supranatural ketimbang kecenderungan universal
masyarakat untuk mengatasi secara simbolis ketidakpastian, perhatian, dan
tragedy eksistensi umat manusia di tengah organisasi sosial yang sarat beragam
makna” (1977: 3).
Konsepsi Parsons tentang sistem sosial
dimulai dari level mikro, yaitu interaksi antara ego dengan alter ego, yang
didefinisikan sebagai bentuk paling dasar dari sistem sosial. Parsons
mendefinisikan sistem sosial sebagai
berikut:
Sistem sosial terdiri dari
beragam aktor individual yang berinteraksi satu sama lain dalam situasi yang
setidaknya memiliki aspek fisik atau lingkungan, aktor yang cenderung
termotivasi kea rah “optimalisasi kepuasan” dan yang hubungannya dengan situasi
mereka, termasuk hubungan satu sama lain, didefinisikan dan diperantarai dalam
bentuk sistem simbol yang berstruktur secara kultural dan dimiliki bersama.
(Parsons,
1951: 5-6)
Definisi
ini berusaha mendefinisikan sistem sosial berdasarkan konsep-konsep kunci dalam
karya Parsons –aktor, interaksi, lingkungan, optimisasi kepuasan, dan
kebudayaan.[1]
[1]
George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi, Dari Teori Sosiologi
Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern, 2014, hlm. 257-259
Tidak ada komentar:
Posting Komentar