Tiap kali filosofi agama dikaitkan dengan
suatu studi reflektif dan metodis, berdasarkan prinsip ilmiah mengenai fenomena
sesuatu yang terjadi, itu disebut agama
atau dimensi religious. Di sini, masuk suatu norma atau kriteria lain secara metodologis
ilmu-ilmu agama tidak boleh menentukan apakah agama ini atau itu benar atau
tidak, rasional atau tidak. Ilmu-ilmu agama harus tinggal dalam bidang
deskriptif fenomenologis, tanpa evaluasi ontologis, nilai terakhir dari
kebenaran objektif agama tidak masuk dalam batas-batas metodologis ilmu-ilmu
agama sebagaimana dipahami dewasa ini. Filosofis agama, sebaliknya bercita-cita
membicarakan masalah nilai, kebenaran, rasionalitas atau tidak rasional dari
agama memang sulit untuk mencapai semacam keputusan mengenai
pernyataan-pernyataan fundamental dari agama. Oleh sebab itu, filosofi agama
dibedakan dari ilmu-ilmu lainnya dalam arti kontemporer.
Apakah filosofi dan filosofi ketuhanan bisa
disamakan satu sama lain? Sampai batas tertentu, ya, karena Tuhan adalah pokok
yang terpenting dari agama-agama besar yang monotheis. Tetapi, secara teoretis,
filosofi agama menyangkut juga tema-tema lain daripada Tuhan, misalnya doa-doa,
moralitas religius dan lain-lain.
Penelaah tentang Allah dalam filsafat, sering
disebut teologi kodarati dan juga teodise, terutama waktu lampau, sebelum
terjadinya pembaharuan, dan dalam konteks itu, yang ditelaah adalah Allah
sebagaimana dikenal oleh akal yang disebut “kodrati”. Dengan demikian, teologi
kodrati berbeda dengan teologi adikodrati atau suci, yang dasarnya adalah wahyu
yang disampaikan kepada umat manusia dalam iman kepercayaan.[1]
[1]
Prof. Dr. Dra. Hj. Erliana Hasan, M.Si. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian
Ilmu pemerintahan. 2011. Ghalia Indonesia. Hal. 80-81
Tidak ada komentar:
Posting Komentar