Kamis, 22 Desember 2016

Faktor-Faktor Lingkungan yang Memengaruhi Remaja



Ada beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh pada tingkat adaptasinya. Di antara faktor-faktor itu ada yang berkaitan erat dengan suasana keluarga, kondisi sosial dan ekonomi keluarga, posisi remaja dalam keluarganya, dan perbedaan jenis kelamin.

a.       Suasana keluarga
1)      Hubungan keluarga yang baik
Ketidakharmonisan hubungan remaja dengan anggota-anggota keluarga diakibatkan oleh kesalah keduanya. Dengan adanya konflik antara orangtua dan remaja, orangtua tidak dapat dipersalahkan sepenuhnya, karena apa yang dilakukannya memiliki tujuan yang positif bagi remaja. Hanya saja caranya yang terkadang kurang mengena. Remaja pun juga tidak dapat dipersalahkan sepenuhnya, karena apa yang dilakukannya merupakan tuntutan tugas perkembangannya. Hanya saja, cara yang ditempuhnya terkadang terlalu radikal.
Seiring dengan perkembangan masa remaja, konflik itu akan berkurang dan hubungan orangtua dan remaja pun menjadi lebih menyenangkan dan penuh kasih sayang. Hubungan ini semakin membaik, terutama saat orangtua mulai menyadari bahwa anaknya bukan lagi anak kecil, dan tidak harus bersikap negatif terhadap orangtua. Dengan saling menyesuaikan diri, hubungan orangtua-remaja akan lebih santai dan rumah pun menjadi tempat yang lebih menyenangkan.
Bentuk hubungan itu juga terjadi antara remaja dengan saudara kandung, kakek, nenek dan saudaranya yang lain. Konfik di antara mereka akan bekurang bila remaja menyadari saudaranya berbeda dengan dirinya, seorang kakak bersikap seperti terhadap adik-adiknya, kakek dan nenek serta keluarga yang lain pun remaja dapat menerima dengan lapang dada, keberadaan remaja tanpa banyak mengkritik perilaku dan penampilan remaja.
Jadi, suasana keluarga yang tenang dan penuh curahan kasih sayang dari orang-orang dewasa yang ada di sekelilingnya, akan menjadi remaja dapat berkembang secara wajar dan mencapai kebahagiaan.
2)      Suasana keluarga yang retak
Ketidakharmonisan hubungan antara remaja dan keluarga menjadi sebab terjadinya rumah tangga yang retak. Suasana ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain perceraian orangtua, terlalu sibuk bekerja, salah satu orangtua sudah tiada, orangtua dan keluarga lainnya tidak mau mengerti tugas perkembangan remaja, atau remaja sendiri tidak mau peduli terhadap tugas-tugas yang seharusnya dipikulnya dalam keluarga. Suasana inilah yang menjadikan keluarga itu retak, atau lebih dikenal dengan sebutan broken home.
Menurut Halley, faktor terpenting terjadinya berbagai penyimpangan remaja adalah adanya konflik perselisihan berkepanjangan dalam sebuah rumah tangga, khususnya bila kedua orangtua sengaja menjadikan anak sebagai sumber konflik.
Jadi, suasana rumah tangga yang penuh konflik, akan berpengaruh negative terhadap kepribadian dan kebahagiaan remaja, yang pada akhirnya mereka melampiaskan perasaan jiwanya dalam berbagai pergaulan dan perilaku yang menyimpang.
c)      Kondisi sosial ekonomi keluarga
Kondisi sosial ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan remaja untuk memiliki simbol − simbol status sosial yang sama dengan yang dimiliki teman-teman sebayanya, seperti pakaian, kendaraan, HP, dan hal lainnya akan membuat remaja merasa rendah diri atau minder dalam pergaulan sosial, bahkan menghambat perkembangan dan kemajuannya. Sebaliknya, kondisi sosial ekonomi keluarga yang mapan akan membuat remaja sangat percaya diri dan cepat berkembang mencapai kemajuan yang diharapkan. Akan tetapi, gambaran ini tidak selamanya demikian, karena terkadang ada juga remaja yang berada dalam kondisi sosial ekonomi kurang malah terpacu untuk memperbaiki kondisinya dan tidak pernah berhenti berusaha sebelum mencapai keberhasilan. Sebaliknya, ada pula remaja yang tinggal dalam keluarga berstatus sosial ekonomi mapan malah tidak mengalami kemajuan apa − apa, bahkan berperilaku menyimpang, karena dia merasa bahwa segala kebutuhannya sudah terpenuhi sehingga tidak perlu lagi usaha keras untuk meraih kesuksesan.
b.      Posisi remaja dalam keluarga
Meskipun pada tingkatan usia yang berbeda − beda, umumnya antara adik perempuan dengan kakak laki − laki atau sebaliknya, atau antara adik laki − laki dan kakak laki − laki terjalin hubungan yang sangat kuat. Terkadang, anak yang lebih besar yang berperan sebagai pelindung ikut campur dalam proses kebebasan adiknya, sehingga terjadi pula konflik di antara keduanya, meskipun tidak setajam konflik dengan orang tuanya.
Adler berpendapat, “Dari aspek perkembangan psikologis, terdapat perbedaan yang cukup signifikan anatara anak pertama dan anak kedua, karena anak pertama memiliki posisi khusus dalam keluarga. Sejak lahir, anak pertama menjadi pusat perhatian dan kasih sayang karena merupakan anak satu − satunya.”
1.2. Pertumbuhan dan perkembangan sikap, perasaan atau emosi
Sejak bergaul dengan lingkungan, sikap, perasaan atau emosi seseorang telah ada dan berkembang. Timbulnya sikap, perasaan atau emosi, baik positif atau negatif, merupakan hasil pengamatan dari pengalaman individu secara unik dengan benda − benda fisik lingkungannya, dengan orangtua dan saudara-saudaranya, serta pergaulan sosial yang lebih luas. Sebagai suatu hasil dari lingkungan yang berkembang, baik lingkungan internal maupun eksternal, sikap, perasaan atau emosi pun berkembang.
Sikap remaja awal yang berkembang lebih menonjol adalah sikap sosial, terlebih lagi sikap sosial yang berkaitan dengan teman sebaya. Setelah mengenal kepentingan dan kebutuhan yang sama, sikap positif remaja awal terhadap teman sebaya berkembang pesat. Sikap setia kawan sangat dirasakan dalam kehidupan kelompok, baik yang dibentuk secara sengaja maupun yang terbentuk dengan sendirinya. Dalam usia remaja awal, simpati dan empati sudah mulai berkembang. Remaja berusaha bersikap sesuai dengan norma-norma kelompoknya. Sikap itu selalu dipertahankan remaja meskipun bisa menimbulkan berbagai konflik antara remaja dengan orang tuanya akibat perbedaan nilai.
Perasaan marah, malu, takut, cemas, cemburu, iri hati, sedih, gembira, kasih sayang dan ingin tahu termasuk bentuk-bentuk emosi yang sering tampak pada masa remaja awal. Pada umumnya, mereka belum mampu mengontrol emosinya yang negatif karena emosinya lebih mendominasi tingkah lakunya.
Hurlock berpendapat bahwa remaja-remaja dapat menghilangkan unek-unek atau kekuatan-kekuatan yang ditimbulkan oleh emosi dengan cara mengungkapkan hal-hal yang menimbulkan emosi-emosi itu dengan seseorang yang dipercayainya. Menghilangkan kekuatan-kekuatan emosi terpendam tersebut disebut juga emotional catharsis. Kekuatan emosi yang terpendam itu dapat dilakukan dengan cara bermain, bekerja, dan mengatakannya kepada orang yang bisa menggambarkan segala masalah yang dihadapi remaja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar