Apakah perubahan sosial (social change) itu? Perubahan sosial
diartikan sebagai perubahan-perubahan yang menyangkut struktur sosial ataupun
lembaga-lembaga sosial . Pembahasan mengenai perubahan sosial tidak hanya berkait
dengan luasnya cakupan perubahan, melainkan juga berkaitan dengan
dimensi-dimensi lainnya seperti irama, besaran pengaruh, ataupun kesengajaan
dalam proses perubahan. Mengenai irama, hakekatnya terdapat perubahan yang
cepat yang lajim disebut revolusi. Misalnya, industrialisasi yang terjadi pada
masyarakat yang semula murni agraris, akan dengan sendiri diikuti oleh
perubahan-perubahan kelembagaan yang mendasar. Perubahan mode pakaian adalah
contoh dari perubahan yang pengaruhnya kecil. Pembahasan mengenai perubahan
sosial juga menyangkut faktor-faktor penyebab terjadinya proses perubahan.
Faktor-faktor penyebabnya bisa bersifat internal maupun eksternal. Yang
internal adalah pertambahan dan penyusutan jumlah penduduk, penemuan-penemuan
baru, konflik ataupun pemberontakan yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri.
Sedangkan yang eksternal adalah peristiwa-peristiwa fisik (bencana-bencana alam
yang besar), peperangan dan kontak dengan atau pengaruh dari kebudayaan lain.
Dalam perspektif evosioner, proses
perubahan dilihat sebagai perkembangan yang jelas sekuensi dan tahap-tahapannya,
para ilmuan penganut perspeksi evolusioner umumnya menggunakan model-model
dikotomik atau trikotomik sebagai landasan konseptualnya. Dalam konteks
model-model dikotomik ini, dapat ditampilkan adanya beberapa era dalam mana
arah perubahan arah dan perkembangan masyarakat terjadi. Era-era itu yang pokok
adalah: era tradisional dan era modern, era praindustri dan era industri, era
prakapitalistik dan era kapitalistik, serta era sebelum globalisasi dan era
globalisasi. Pembagian era-era semacam ini seolah mengesankan adanya delapan
era yang berbeda dalam sekuen waktunya.
Perubahan yang sangat penting yang
sedang terjadi saat ini adalah semakin menipisnya perbedaan antara desa dan
kota. Hal ini terutama disebabkan oleh semakin menyebar dan meluasnya
transportasi dan komunikasi modern (dengan berbagai media massanya) atau
sains-teknologi lainnya. Isolasi fisik dan sosial-kultural yang dulu meciptakan
kondisi bagi kuatnya akar tradisionalisme dalam kehidupan masyarakat desa, kini
semakin berkurang atau bahkan hilang. Desa semakin terbuka terhadap
pengaruh-pengaruh luar baik dari lingkup regional, nasional, maupun
internasional. Pengaruh-pengaruh itu mencakup berbagai aspek, khususnya aspek
sosial-kebudayaan dan ekonomis. Berbagai bentuk media massa telah menjadi
wahana yang sangat efektif dalam menyebarkan kebudayaan modern secara luas dan
mendalam. Dimensi-dimensi hubungan sosial dan gaya hidup pedesaan mulai berubah
dan menyesuaikan diri dengan hubungan dan gaya hidup modern sesuai dengan
hubungan dan gaya hidup modern sesuai kemampuan dan akses yang dimiliki.
Pengaruh aspek ekonomis saat ini sangatlah kuat. Dengan semakin besarnya
peranan sistem kapitalisme modern yang ditunjang oleh sains-teknologi yang
menjadi inti dari proses globalisasi, aspek ekonomi telah menjadi kekuatan yang
sangat besar pengaruhnya dalam proses perubahan yang terjadi di desa-desa.
Proses komersialisasi, khususnya dalam hal ini komersialisasi pertanian,
semakin melembaga di kalangan masyarakat desa. Namun hal ini tidak berarti
bahwa dengan demikian masyarakat petani yang
menyikapi pertanian sebagai way of
life semuanya berubah menjadi agricultural
entrepreneurs yang mengorientasikan usaha taninya untuk mengejar keuntungan
(profit oriented). Petani yang
memiliki lahan pertanian yang luas serta cadangan modal yang kuat dapat
mengadopsi modernisasi dan komersial pertanian. Namun petani yang hanya
memiliki lahan pertanian sempit atau bahkan tidak memilikinya justru mengalami
kemerosotan hidup. Sebab, komersialisasi dan moderninasi pertanian menyebabkan
retaknya tradisi lama beserta kerukunan-kerukunan (kolektivitas) yang terletak
pada tradisi itu. Akibatnya, komersialisasi dan modernisasi sering menjadi
sebab terjadinya kesenjangan atau polarisasi sosial-ekonomis di antara sesame
warga petani.
Perubahan-perubahan itu juga telah
menciptakan terjadinya diferensiasi-diferensiasi di kalangan masyarakat desa.
Dengan semakin menyempitnya lahan pertanian, semakin merasuknya sistem ekonomi
uang, semakin meluasnya jaringan transportasi serta komunikasi, dan semakin
intensifnya kontak dengan luar-desa, maka telah mengakibatkan terjadinya
diferensiasi dalam struktur mata pencaharian masyarakat desa. Sektor-sektor di
luar pertanian seperti perdagangan, industri kecil atau kerajinan, dan lainnya,
semakin berkembang. Sektor-sektor non-pertanian ini eksistensi dan
perkembangannya sangat tergantung pada hubungan-hubungan desa itu dengan luar
desanya. Maka desa semakin berubah menjadi bagian dari kesatuan masyarakat yang
lebih besar dan tidak mandiri lagi. Dengan sendiri secara struktural desa juga
semakin berubah menjadi bagian dari struktur masyarakat yang lebih besar.
Semakin intensif dan meluasnya
lembaga pendidikan modern juga mengakibatkan terjadinya diferensiasi mengenai
tingkat pengetahuan serta aspirasi-aspirasi yang timbul karenanya. Akibatnya
kaum muda yang berpendidikan semakin bergeser menjadi kaum marginal di tengah
kehidupan masyarakat desa. Hal ini lebih lanjut mendorong terciptanya struktur
penduduk yang rentan terhadap berbagai
masalah yang berkembang. Rentan, karena dengan semakin banyaknya kaum
muda terdidik yang berorientasi kekotaan ini dan yang akan eksodus setiap ada
peluang akan menyebabkan desa kurang memiliki potensi yang kuat untuk
berkembang. Sebagai akibat intensifnya kontak dengan luar baik lewat mobilitas
penduduknya sendiri maupun lewat media massa, akan juga menyebabkan terjadinya
diferensiasi sistem nilai budaya yang dianutnya. Akibat lebih lanjut,
tradisi-tradisi lama semakin tidak mendapatkan tempatnya lagi.
Pengaruh kebudayaan modern juga akan
menyebabkan berubah dan bertambahnya luas dan sifat berbagai kebutuhan hidup
masyarakat desa. Masyarakat desa yang semula tidak mengenal berbagai
perlengkapan hidup modern seperti radio, tv, listrik, kendaraan bermotor, dan
sebagainya, dengan semakin intensifnya pengaruh kebudayaan modern tersebut
mulai mengenalnya, dan bahkan semakin banyak yang telah menjadi bagian dari
kehidupan mereka. Setiap upaya untuk memenuhi kebutuhan tentu tidak terlepas
dari sarana dan prasarana, yakni lembaga atau asosiasi tertentu. Dengan muncul
dan bertambahnya kebutuhan-kebutuhan baru itu maka diperlukan lembaga atau
asosiasi-asosiasi baru untuk menjawabnya. Di lain pihak, berbagai bentuk
lembaga lama menjadi semakin banyak yang tidak atau kurang berfungsi lagi.
Dengan demikian dalam masyarakat desa, sejalan dengan perubahan yang sedang
terjadi, terjadi juga proses perubahan-perubahan kelembagaan. Dengan lain
perkataan, ada tuntutan dalam masyarakat desa yang sedang berubah itu akan
hadirnya lembaga-lembaga baru sesuai dengan tuntutan perubaha. Tidak saja dalam
jumlah tetapi juga sifat yang terlekat pada lembaga-lembaga baru.
Daftar
Pustaka
Raharjo, 1999, Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian,
Yogyakarta:Penerbit Gadjah Mada University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar