Senin, 26 Desember 2016

Perubahan Sosial Umum Masyarakat Desa



            Apakah perubahan sosial (social change) itu? Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan yang menyangkut struktur sosial ataupun lembaga-lembaga sosial . Pembahasan mengenai perubahan sosial tidak hanya berkait dengan luasnya cakupan perubahan, melainkan juga berkaitan dengan dimensi-dimensi lainnya seperti irama, besaran pengaruh, ataupun kesengajaan dalam proses perubahan. Mengenai irama, hakekatnya terdapat perubahan yang cepat yang lajim disebut revolusi. Misalnya, industrialisasi yang terjadi pada masyarakat yang semula murni agraris, akan dengan sendiri diikuti oleh perubahan-perubahan kelembagaan yang mendasar. Perubahan mode pakaian adalah contoh dari perubahan yang pengaruhnya kecil. Pembahasan mengenai perubahan sosial juga menyangkut faktor-faktor penyebab terjadinya proses perubahan. Faktor-faktor penyebabnya bisa bersifat internal maupun eksternal. Yang internal adalah pertambahan dan penyusutan jumlah penduduk, penemuan-penemuan baru, konflik ataupun pemberontakan yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri. Sedangkan yang eksternal adalah peristiwa-peristiwa fisik (bencana-bencana alam yang besar), peperangan dan kontak dengan atau pengaruh dari kebudayaan lain.
            Dalam perspektif evosioner, proses perubahan dilihat sebagai perkembangan yang jelas sekuensi dan tahap-tahapannya, para ilmuan penganut perspeksi evolusioner umumnya menggunakan model-model dikotomik atau trikotomik sebagai landasan konseptualnya. Dalam konteks model-model dikotomik ini, dapat ditampilkan adanya beberapa era dalam mana arah perubahan arah dan perkembangan masyarakat terjadi. Era-era itu yang pokok adalah: era tradisional dan era modern, era praindustri dan era industri, era prakapitalistik dan era kapitalistik, serta era sebelum globalisasi dan era globalisasi. Pembagian era-era semacam ini seolah mengesankan adanya delapan era yang berbeda dalam sekuen waktunya.
            Perubahan yang sangat penting yang sedang terjadi saat ini adalah semakin menipisnya perbedaan antara desa dan kota. Hal ini terutama disebabkan oleh semakin menyebar dan meluasnya transportasi dan komunikasi modern (dengan berbagai media massanya) atau sains-teknologi lainnya. Isolasi fisik dan sosial-kultural yang dulu meciptakan kondisi bagi kuatnya akar tradisionalisme dalam kehidupan masyarakat desa, kini semakin berkurang atau bahkan hilang. Desa semakin terbuka terhadap pengaruh-pengaruh luar baik dari lingkup regional, nasional, maupun internasional. Pengaruh-pengaruh itu mencakup berbagai aspek, khususnya aspek sosial-kebudayaan dan ekonomis. Berbagai bentuk media massa telah menjadi wahana yang sangat efektif dalam menyebarkan kebudayaan modern secara luas dan mendalam. Dimensi-dimensi hubungan sosial dan gaya hidup pedesaan mulai berubah dan menyesuaikan diri dengan hubungan dan gaya hidup modern sesuai dengan hubungan dan gaya hidup modern sesuai kemampuan dan akses yang dimiliki. Pengaruh aspek ekonomis saat ini sangatlah kuat. Dengan semakin besarnya peranan sistem kapitalisme modern yang ditunjang oleh sains-teknologi yang menjadi inti dari proses globalisasi, aspek ekonomi telah menjadi kekuatan yang sangat besar pengaruhnya dalam proses perubahan yang terjadi di desa-desa. Proses komersialisasi, khususnya dalam hal ini komersialisasi pertanian, semakin melembaga di kalangan masyarakat desa. Namun hal ini tidak berarti bahwa dengan demikian masyarakat petani yang  menyikapi pertanian sebagai way of life semuanya berubah menjadi agricultural entrepreneurs yang mengorientasikan usaha taninya untuk mengejar keuntungan (profit oriented). Petani yang memiliki lahan pertanian yang luas serta cadangan modal yang kuat dapat mengadopsi modernisasi dan komersial pertanian. Namun petani yang hanya memiliki lahan pertanian sempit atau bahkan tidak memilikinya justru mengalami kemerosotan hidup. Sebab, komersialisasi dan moderninasi pertanian menyebabkan retaknya tradisi lama beserta kerukunan-kerukunan (kolektivitas) yang terletak pada tradisi itu. Akibatnya, komersialisasi dan modernisasi sering menjadi sebab terjadinya kesenjangan atau polarisasi sosial-ekonomis di antara sesame warga petani.
            Perubahan-perubahan itu juga telah menciptakan terjadinya diferensiasi-diferensiasi di kalangan masyarakat desa. Dengan semakin menyempitnya lahan pertanian, semakin merasuknya sistem ekonomi uang, semakin meluasnya jaringan transportasi serta komunikasi, dan semakin intensifnya kontak dengan luar-desa, maka telah mengakibatkan terjadinya diferensiasi dalam struktur mata pencaharian masyarakat desa. Sektor-sektor di luar pertanian seperti perdagangan, industri kecil atau kerajinan, dan lainnya, semakin berkembang. Sektor-sektor non-pertanian ini eksistensi dan perkembangannya sangat tergantung pada hubungan-hubungan desa itu dengan luar desanya. Maka desa semakin berubah menjadi bagian dari kesatuan masyarakat yang lebih besar dan tidak mandiri lagi. Dengan sendiri secara struktural desa juga semakin berubah menjadi bagian dari struktur masyarakat yang lebih besar.
            Semakin intensif dan meluasnya lembaga pendidikan modern juga mengakibatkan terjadinya diferensiasi mengenai tingkat pengetahuan serta aspirasi-aspirasi yang timbul karenanya. Akibatnya kaum muda yang berpendidikan semakin bergeser menjadi kaum marginal di tengah kehidupan masyarakat desa. Hal ini lebih lanjut mendorong terciptanya struktur penduduk yang rentan terhadap berbagai  masalah yang berkembang. Rentan, karena dengan semakin banyaknya kaum muda terdidik yang berorientasi kekotaan ini dan yang akan eksodus setiap ada peluang akan menyebabkan desa kurang memiliki potensi yang kuat untuk berkembang. Sebagai akibat intensifnya kontak dengan luar baik lewat mobilitas penduduknya sendiri maupun lewat media massa, akan juga menyebabkan terjadinya diferensiasi sistem nilai budaya yang dianutnya. Akibat lebih lanjut, tradisi-tradisi lama semakin tidak mendapatkan tempatnya lagi.
            Pengaruh kebudayaan modern juga akan menyebabkan berubah dan bertambahnya luas dan sifat berbagai kebutuhan hidup masyarakat desa. Masyarakat desa yang semula tidak mengenal berbagai perlengkapan hidup modern seperti radio, tv, listrik, kendaraan bermotor, dan sebagainya, dengan semakin intensifnya pengaruh kebudayaan modern tersebut mulai mengenalnya, dan bahkan semakin banyak yang telah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Setiap upaya untuk memenuhi kebutuhan tentu tidak terlepas dari sarana dan prasarana, yakni lembaga atau asosiasi tertentu. Dengan muncul dan bertambahnya kebutuhan-kebutuhan baru itu maka diperlukan lembaga atau asosiasi-asosiasi baru untuk menjawabnya. Di lain pihak, berbagai bentuk lembaga lama menjadi semakin banyak yang tidak atau kurang berfungsi lagi. Dengan demikian dalam masyarakat desa, sejalan dengan perubahan yang sedang terjadi, terjadi juga proses perubahan-perubahan kelembagaan. Dengan lain perkataan, ada tuntutan dalam masyarakat desa yang sedang berubah itu akan hadirnya lembaga-lembaga baru sesuai dengan tuntutan perubaha. Tidak saja dalam jumlah tetapi juga sifat yang terlekat pada lembaga-lembaga baru.

Daftar Pustaka

Raharjo, 1999, Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian, Yogyakarta:Penerbit Gadjah Mada University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar