Kamis, 22 Desember 2016

Hubungan Hukum, Ilmu, dan Kebenaran



                
                 Menurut Hartono Kasmadi dkk, bahwa cara untuk menemukan kebenaran dapat dilakukan dengan cara: Pertama, pertemuan secara kebetulan, yaitu pertemuan yang berlangsung tanpa disengaja. Kedua, penemuan coba dan ralat (trial and error), yaitu suatu penemuan tanpa adanya kepastian akan berhasil atau tidak berhasil bagi kebenaran yang akan dicari. Jadi, di sini ada aktivitas untuk mencari kebenaran, akan tetapi aktivitas itu mengandung unsur spekulatif atau untung-untungan.
                 Ketiga, penemuan melalui otoritas atau kewajiban, yaitu penemuan melalui para pemegang otoritas dan orang-orang yang berwibawa. Keempat, penemuan secara spekulatif yaitu penemuan yang hampir sama dengan coba dan ralat (trial and error), namun pad penemuan spekulatif ini ada beberapa alternatif, di mana salah satu alternatif yang dipilih, namun masih tetap tidak yakin terhadap keberhasilannya. Kelima, penemuan melalui cara berpikir kritis dan rasional, yaitu menemukan kebenaran cara berpikir dan menganalisisnya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki untuk sampai pada pemecahan yang tepat. Keenam, penemuan melalui penelitian ilmiah dengan menggunakan metode tertentu, universal, objektif, serta dengan menggunakan prosedur tertentu.
                 Adapun menurut Tim Dosen filsafat ilmu, Fakultas Filsafat Ilmu Universitas Yogyakarta, kebenaran itu dapat dibedakanke dalam tiga hal yaitu:
1.      Kebenaran Berkaitan dengan Kualitas Pengetahuan
Kebenaran yang berkaitan dengan kualitas ilmiah yaitu setiap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui suatu objek ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Maksudnya apakah pengetahuan itu berupa:
a.       Pengetahuan biasa yang disebut knowledge of the man in the street atau ordinary knowledge atau common sense knowledge. Pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif, artinya amat terkait pada subjek yang mengenal. Dengan demikian, pengetahuan tahap pertama ini memiliki sifat selalu benar, sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat normal atau tidak ada penyimpangan.
b.      Pengetahuan ilmiah, pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan atau hampiran metodologis yang khas pula, artinya metodologis yang telah mendapatkan kesepakatan di antara ahli yang sejenis. Kebenaran yang terkandung dalam pengetahuan yang bersifat relatif, maksudnya kandungan kebenaran dari jenis pengetahuan ilmiah selalu mendapatkan revisi, yaitu selalu diperkaya oleh hasil penemuan yang paling mutakhir. Dengan demikian, kebenaran dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaruan sesuai dengan hasil penelitian yang paling akhir dan mendapat persetujuan para ilmuan sejenis.
c.       Pengetahuan filsafat, jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafat, yang sifatnya mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran yang analitis, kritis, dan spekulatif. Sifat kebenaran yang terkandung dalam pengetahuan filsafat adalah absoluteinter-subjektif. Maksudnya nilai kebenaran yang terkandung dalam pengetahuan filsafat selalu merupakan pendapat yang selalu melekat pada pandangan filsafat dari seseorang pemikir filsafat itu serta selalu mendapat pembenaran dari filsuf kemudian yang menggunakan metodologi yang sama pula.
d.      Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama. Pengetahuan agama memiliki sifat dogmatis, artinya pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan yang tela tertentu, sehingga pernyataan dalam ayat kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya. Implikasi makna dari kandungan kitab suci itu dapat berkembang secara dinamis sesuai dengan perkembangan waktu, tetapi kandungan dari ayat kitab suci itu tidak dapat diubah dan sifatnya absolut.

2.      Kebenaran Dikaitkan dengan Sifat atau Karakteristik dari Bagaimana Cara atau dengan Alat Apakah Seseorang Membangun Pengetahuan
Kebenaran yang dikaitkan dnegan sifat dan karakteristik bagaimana cara atau dengan ala apakah seseorang membangun pengetahuan apakah ia membangunnya dengan pengindraan atau sense experience, atau dengan alat pikir atau rasio, intuisi, atau keyakinan. Implikasi dari pembangunan alat untuk memperoleh pengetahuan melalui alat tertentu mengakibatkan karakteristik kebenaran yang dikandung oleh pengetahuan akan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya, artinya jika seseorang membangunnya melalui indra atau sense experience, pada saat ia membuktikan kebenaran pengetahuan harus melalui indra pula, begitu juga dengan cara yang lain. Seseorang tidak dapat membuktikan kandungan kebenaran yang dibangun oleh intuitif, dibuktikan dengan cara lain, seperti cara indriawi misalnya.

3.      Kebenaran yang Dikaitkan Atas Ketergantungan Terjadinya Pengetahuan
           Artinya bagaimana relasi antara subjek dan objek, manakah yang dominan untuk membangun pengetahuan, subjek dan objeknya. Jika subjek yang berperan, maka jenis pengetahuan itu mengandung nilai kebenaran yang sifatnya subjektif artinya nilai kebenaran dari pengetahuan yang dikandungnya amat tergantung pada subjek yang memiliki pengetahuan itu. Atau jika objek amat berperan, maka sifatnya objektif, seperti pengetahuan tentang alam atau ilmu-ilmuan.
           Dari berbagai pandangan yang dikemukakan di atas, maka kajian epistemologis filsafat ilmu tentang kebenaran yang mengaitkannya dengan pengetahuan manusia menunjuk bahwa sebenarnya kebenaran yang dihasilkan melalui suatu ilmu sangat tergantung pada kualitas pengetahuan, apakah pengetahuan itu sebagai suatu pengetahuan bisa (knowledge of the man street atau ordinary atau Common sense, sebagai pengetahuan ilmiah, sebagai pengetahuan filsafat, atau pengetahuan yang memiliki nilai agama), sifat atau karakteristik tentang cara atau alat yang digunakan untuk membangun pengetahuannya atau adanya ketergantungan bagi terjadinya pengetahuan itu.
Bentuk pengetahuan manusia yang digunakan untuk mengkaji kebenaran suatu objek sebagaimana yang diuraikan di atas, menunjukkan bahwa kebenaran sesungguhnya relatif. Kerelatifan kebenaran itu tergantung pada sudut pengetahuan yang dimilki manusia untuk menilai objek yang bersangkutan. 




Sukarno Aburaera, Muhadar, Maskun, 2012, Filsafat Hukum Teori dan Praktik, Makassar, Kharisma Putra Utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar