Menurut Hartono Kasmadi dkk, bahwa
cara untuk menemukan kebenaran dapat dilakukan dengan cara: Pertama, pertemuan secara kebetulan,
yaitu pertemuan yang berlangsung tanpa disengaja. Kedua, penemuan coba dan ralat (trial
and error), yaitu suatu penemuan tanpa adanya kepastian akan berhasil atau
tidak berhasil bagi kebenaran yang akan dicari. Jadi, di sini ada aktivitas
untuk mencari kebenaran, akan tetapi aktivitas itu mengandung unsur spekulatif
atau untung-untungan.
Ketiga,
penemuan melalui otoritas atau kewajiban, yaitu penemuan melalui para pemegang
otoritas dan orang-orang yang berwibawa. Keempat,
penemuan secara spekulatif yaitu penemuan yang hampir sama dengan coba dan
ralat (trial and error), namun pad penemuan spekulatif ini ada beberapa
alternatif, di mana salah satu alternatif yang dipilih, namun masih tetap tidak
yakin terhadap keberhasilannya. Kelima,
penemuan melalui cara berpikir kritis dan rasional, yaitu menemukan kebenaran
cara berpikir dan menganalisisnya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang
dimiliki untuk sampai pada pemecahan yang tepat. Keenam, penemuan melalui penelitian ilmiah dengan menggunakan
metode tertentu, universal, objektif, serta dengan menggunakan prosedur
tertentu.
Adapun menurut Tim Dosen
filsafat ilmu, Fakultas Filsafat Ilmu Universitas Yogyakarta, kebenaran itu
dapat dibedakanke dalam tiga hal yaitu:
1. Kebenaran Berkaitan dengan Kualitas
Pengetahuan
Kebenaran
yang berkaitan dengan kualitas ilmiah yaitu setiap pengetahuan yang dimiliki
oleh seseorang yang mengetahui suatu objek ditilik dari jenis pengetahuan yang
dibangun. Maksudnya apakah pengetahuan itu berupa:
a. Pengetahuan
biasa yang disebut knowledge of the man
in the street atau ordinary knowledge
atau common sense knowledge.
Pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif,
artinya amat terkait pada subjek yang mengenal. Dengan demikian, pengetahuan
tahap pertama ini memiliki sifat selalu benar, sejauh sarana untuk memperoleh
pengetahuan yang bersifat normal atau tidak ada penyimpangan.
b. Pengetahuan
ilmiah, pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan
menerapkan atau hampiran metodologis yang khas pula, artinya metodologis yang
telah mendapatkan kesepakatan di antara ahli yang sejenis. Kebenaran yang
terkandung dalam pengetahuan yang bersifat relatif, maksudnya kandungan
kebenaran dari jenis pengetahuan ilmiah selalu mendapatkan revisi, yaitu selalu
diperkaya oleh hasil penemuan yang paling mutakhir. Dengan demikian, kebenaran
dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaruan sesuai dengan hasil
penelitian yang paling akhir dan mendapat persetujuan para ilmuan sejenis.
c. Pengetahuan
filsafat, jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran
filsafat, yang sifatnya mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran yang
analitis, kritis, dan spekulatif. Sifat kebenaran yang terkandung dalam
pengetahuan filsafat adalah absoluteinter-subjektif. Maksudnya nilai kebenaran
yang terkandung dalam pengetahuan filsafat selalu merupakan pendapat yang
selalu melekat pada pandangan filsafat dari seseorang pemikir filsafat itu
serta selalu mendapat pembenaran dari filsuf kemudian yang menggunakan
metodologi yang sama pula.
d. Kebenaran
pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama. Pengetahuan agama memiliki
sifat dogmatis, artinya pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri oleh
keyakinan yang tela tertentu, sehingga pernyataan dalam ayat kitab suci agama
memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk
memahaminya. Implikasi makna dari kandungan kitab suci itu dapat berkembang
secara dinamis sesuai dengan perkembangan waktu, tetapi kandungan dari ayat
kitab suci itu tidak dapat diubah dan sifatnya absolut.
2. Kebenaran Dikaitkan dengan Sifat
atau Karakteristik dari Bagaimana Cara atau dengan Alat Apakah Seseorang
Membangun Pengetahuan
Kebenaran
yang dikaitkan dnegan sifat dan karakteristik bagaimana cara atau dengan ala
apakah seseorang membangun pengetahuan apakah ia membangunnya dengan
pengindraan atau sense experience,
atau dengan alat pikir atau rasio, intuisi, atau keyakinan. Implikasi dari
pembangunan alat untuk memperoleh pengetahuan melalui alat tertentu
mengakibatkan karakteristik kebenaran yang dikandung oleh pengetahuan akan
memiliki cara tertentu untuk membuktikannya, artinya jika seseorang
membangunnya melalui indra atau sense
experience, pada saat ia membuktikan kebenaran pengetahuan harus melalui
indra pula, begitu juga dengan cara yang lain. Seseorang tidak dapat
membuktikan kandungan kebenaran yang dibangun oleh intuitif, dibuktikan dengan
cara lain, seperti cara indriawi misalnya.
3. Kebenaran yang Dikaitkan Atas
Ketergantungan Terjadinya Pengetahuan
Artinya bagaimana relasi antara
subjek dan objek, manakah yang dominan untuk membangun pengetahuan, subjek dan
objeknya. Jika subjek yang berperan, maka jenis pengetahuan itu mengandung
nilai kebenaran yang sifatnya subjektif artinya nilai kebenaran dari
pengetahuan yang dikandungnya amat tergantung pada subjek yang memiliki
pengetahuan itu. Atau jika objek amat berperan, maka sifatnya objektif, seperti
pengetahuan tentang alam atau ilmu-ilmuan.
Dari berbagai pandangan yang
dikemukakan di atas, maka kajian epistemologis filsafat ilmu tentang kebenaran
yang mengaitkannya dengan pengetahuan manusia menunjuk bahwa sebenarnya
kebenaran yang dihasilkan melalui suatu ilmu sangat tergantung pada kualitas
pengetahuan, apakah pengetahuan itu sebagai suatu pengetahuan bisa (knowledge
of the man street atau ordinary atau Common sense, sebagai pengetahuan ilmiah,
sebagai pengetahuan filsafat, atau pengetahuan yang memiliki nilai agama),
sifat atau karakteristik tentang cara atau alat yang digunakan untuk membangun
pengetahuannya atau adanya ketergantungan bagi terjadinya pengetahuan itu.
Bentuk
pengetahuan manusia yang digunakan untuk mengkaji kebenaran suatu objek
sebagaimana yang diuraikan di atas, menunjukkan bahwa kebenaran sesungguhnya
relatif. Kerelatifan kebenaran itu tergantung pada sudut pengetahuan yang
dimilki manusia untuk menilai objek yang bersangkutan.
Sukarno Aburaera, Muhadar, Maskun, 2012, Filsafat Hukum Teori dan Praktik, Makassar, Kharisma Putra Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar