Menurut
Abbas Hamami Mintaredja, kata “kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata
benda yang konkret maupun yanf abstrak. Jika subjek hendak menuturkan kebenaran
artinya proposisi yang benar. Proposisi maksudnya makna yang dikandung dalam
pernyataan atau statement. Jika
subjek menyatakan kebenaran bahwa proposisi yang diuji itu pasti memiliki
kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan dan nilai. Hal yang demikian
karena kebenaran tidak dapat bergitu saja dari kualitas, sifat hubungan dan
nilai itu sendiri.
Protagoras berpendapat bahwa kebenaran adalah
relatif. Apakah berkaitan dengan dengan individu atau spesies tidak jelas dari
anggapan ini; tetapi pandangan Relativisme telah memberikan pengaruh yang
berarti dalah sejarah filsafat.
Sejalan
dengan Protagoras, Plato dalam renungan dan guratan pemikirannya tentang apa
itu kebenaran telah merintis teori korespondensi kebenaran; tetapi karena ia
menyatakan prinsip itu secara negatif, barangkali pandang-annya atas
korenspondensi lebih cocok dinamakan teori korespondensi tentang kesalahan.
Walau bagaimanapun, jelas deskripsinya mengenai dialektika bahwa kebenaran pada
akhirnya berhubungan dengan dirinya sendiri saja, dan hanya kriteria seperti
koherensi dan konsistensi mengapa pada perbuatan memulai, melanjutkan, dan
mengakhiri dalam ide-ide.
Dalam
pandangan Thomas Aqinas, bersama dengan kaum Skolastik pada umumnya
mendefinisikan kebenaran sebagai adequatio
rei et intellectus (kesesuaian, kesamaan pikiran dengan hal, benda).
Kebenaran dianggap sebagai istilah transcendental yang mengenai pada semua yang
ada, arti tertentu kebenaran bukanlah suatu pernyataan tentang cara hal-hal
berada tetapi melulu hal-hal itu sendiri. Dan karena Allah adalah kebenaran-Nya
sendiri, ide-ide dalam pikiran Ilahi adalah benar, entah ide-ide itu
berkorespondensi dengan apa pun di luar Allah (yaitu keadaan dunia yang
sekarang) atau tidak.
Sukarno Aburaera, Muhadar, Maskun, 2012, Filsafat Hukum Teori dan Praktik, Makasasar, Kharisma Putra Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar