Epistemologi
selalu dimengerti sebagai upaya manusia melihat dirinya yang menghasilkan
pengetahuan. Dari upaya itu, manusia kemudian merumuskan unsur-unsur mendasar
yang dijadikan sebagai perangkat manusia untuk mengetahui. Unsur-unsur itu
adalah persepsi, nalar, dan intuisi. Pembangunan struktur pengetahuan yang
didasarkan pada kaidah-kaidah nalar, terbukti telah jatuh pada pemikiran yang
bersifat saintisme. Dalam bahasa gampangnya, saintisme adalah “sok ilmiah”.
Karena itu, perlu adanya pemikiran-pemikiran yang mendobrak gagasan sebelumnya.
Dalam
wacana ilmu-ilmu alam, pendobrakan ini disebut dengan istilah revolusi ilmu
pengetahuan. Istilah tersebut digunakan oleh Thomas S Kuhn, ahli filsafat ilmu.
Perlu ada patahan-patahan teori untuk temuan-temuan baru. Yang dibutuhkan bukan
konvensi, tetapi inkovensi. Karena itu, metode yang dibutuhkan bukan
metode-metode yang sudah pakem, tetapi metode-metode baru yang dirumuskan
dengan istilah anything goes, segala
metode boleh dipergunakan. Metode tersebut diperkenalkan oleh Paul Feyerabend.
Yang dibutuhkan bukanlah menuruti metode yang sudah ada, tetapi justru
menentangnya.
Dalam lapangan
ilmu-ilmu humaniora, metode yang dimanfaatkan untuk mendobrak konsep-konsep
sebelumnya biasa dikenal dengan dekontruksi. Kata ini merupakan bentukan dari
imbuhan “de” yang berarti merusak, dan “konstruksi” yang berarti bangunan. Arti
harfiahnya, merusak bangunan yang sudah dahulu ada. Arti ilmiahnya,
dekonstruksi berpandangan bahwa konsep-konsep postmodern memiliki banyak
kelemahan sehingga perlu dibongkar dan ditata ulang. Misalnya dengan konsep
akal sehat yang dianggap sebagai “cara berpikir yang jernih dan terpilah (clara et distincta)”, bukanlah
satu-satunya metode berpikir. Sebab, akal sehat justru berasal dari
keragu-raguan, bahkan berasal dari apa yang disebut Descartes dengan “ilmu dari
pucuk-pucuk ketinggian”. Dominasi yang terjadi pada postmodern itu, konon
berasal dari konsep ilmu yang mendasarkan diri pada faham logosentrisme, yakni
kehadiran “Ada dalam tulisan”, “Yang benar”, “Ada tidak pernah terperangkah di
dalam tulisan karena akan selalu luput”.
Sumber: SaifurRohman,AgusWibowo.2016.Filsafat
Pendidikan Masa Depan.Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar