Kamis, 22 Desember 2016

Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan



Sangat sering terjadi kekerasan dalam dunia pendidikan. Kekerasan dalam pendidikan bisa diakibatkan oleh buruknya sistem dan kebijakan pendidikan yang berlaku. Muatan kurikulum yang hanya mengndalkan kemampuan aspek kognitif dan mengabaikan pendidikan afektif menyebabkan berkurangnya proses humanisasi dalam pendidikan. Ada beberapa hukuman yang biasa diberikan kepada siswa-siswanya seperti, kekerasan dalam pendidikan muncul karena adanya pelanggaran oleh siswa tersebut yang disertai dengan hukuman. Tawuran antarpelajar atau mahasiswa merupakan contoh kekerasan. Selain itu, kekerasan dalam pendidikan tidak selamanya fisik, melainkan bias juga berbentuk pelanggaran tata tertib di sekolah. Misalnya membolos ketika waktu sekolah dan pergi main ataupun jalan-jalan ke tempat hiburan. Kekerasan dalam pendidikan bias di akibatkan oleh buruknya sistem dan kebijakan pendidikan yang berlaku. Muatan kurikulum yang hanya mengandalkan kemampuan aspek kognitif dan mengabaikan pendidikan afektif menyebabkan berkurangnya proses humanisasi dalam pendidikan. Kekerasan dalam pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dan tayangan media massa yang memang belakangan ini kian vulgar dalam menampilkan aksi-aksi kekerasan. Kekerasan  bisa merupakan refleksi dari perkembangan kehidupan masyarakat, dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh latar belakang sosial ekonomi pelaku.
Kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini bukanlah sesuatu yang muncul dengan tiba-tiba. Namun, semua itu telah tertanam kuat sejak dulu. Sebagai contoh, masyarakat pelajar yang mengenyam dunia pendiidikan tentu masih ingat benar dengan istilah MOS (Masa Orientasi Siswa) atau OSPEK (Orientasi Pengenalan Kampus) dengan berbagai nama lainnya. Kedua kegiatan tersebut senantiasa dilakukan setiap tahun untuk menyambut siswa dan mahasiswa baru. Tujuan awalnya adalah untuk memberikan pembekalan, baik materi maupun pengenalan lingkungan sekolah atau kampus kepada siswa maupun mahasiswa baru. Hal ini dianggap penting untuk membantu proses belajar dan mengajar sebagai kegiatan utama. Sayang, dalam pelaksanaannya kedua kegiatan ini justru mengalami penyimpangan.
MOS dan OSPEK seringkali dijadikan ajang para senior untuk menunjukkan kekuasaan dan senioritasnya. Dalam kegiatan ini tak jarang mereka melakukan tindakan kekerasan dan pelecehan para junior. Hukumannya seperti push up, lari keliling lapangan atau di jemur dibawah terik matahari merupakan hal yang biasa. Ditambah lagi dengan bentakan para senior yang kerap kali membuat kecut hati siswa atau mahasiswa baru. Semua itu dilakukan dengan dalih untuk melatih kekuatan fisik dan mental. Padahal jika ditelusuri lebih jauh alasan yang sebenarnya hanyalah untuk bersenang-senang mengerjai junior dan balas dendam atas perlakuan senior terdahulu.
Menurut Jack D. Douglas dan Frances Chalut Waksler, istilah kekerasan (violence) dipakai untuk menggambarkan tindakan atau perilaku baik secara terbuka (over) maupun tertutup (covert) dan baik yang sifatnya menyerang (offensive) maupun bertahan (defensive). Yang diikuti dengan penggunaan fisik terhadap orang lain.
Dari definisi di atas, kita dapat menarik beberapa indicator kekerasan: pertama, kekerasan terbuka, yaitu kekerasan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain yang dapat dilihat dan di amati secara langsung, seperti perkelahian, tawuran, bentrokan massa, dan yang berkaitan dengan tindakan fisik lainnya. Kedua, kekerasan tertutup, yaitu kekerasan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain secara tersembunyi seperti mengancam dan intimidasi. Ketiga, kekerasan agresif, yaitu kekerasan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain dengan tujuan mendapatkan sesuatu, seperti perampokan, dll.
Ditinjau dari segi Sosiologi Pendidikan, ada beberapa alternatif  solusi penyelesaian dan pencegahan terhadap permasalahn kekerasan dalam dunia pendidikan, yaitu: 1) peran orang tua dan guru, 2) humanisasi pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar