Selasa, 27 Desember 2016

Index Tugas Blog Filsafat Ana Yusri Amalia 2290150007 Pendidikan Sosiologi

1. Filosofi Agama
2. Kemajuan Ilmu dan Krisi Kemanusiaan
3. Agama, Ilmu, dan Masa Depan Manusia
4. Pengertian Agama
5. ILMU DAN MASYARAKAT
6. PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
7. PENGARUH TIMBAL-BALIK ANTARA ILMU DAN KEBUDAYAAN
8. Pengertian Kebudayaan Nasional
9. Kebudayaan Nasional Dan Manusia Indonesia
10. Peranan Ilmu terhadap Kebudayaan Nasional
11. STRATEGI KEBUDAYAAN
12. Keseimbangan Indera-Akal-Hati
13. Karakter/identitas apa yang dibangun dalam pendidikan di Indonesia?
14. HAKIKAT PENGEMBANGAN KURIKULUM
15. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
16. Landasan-landasan pengembangan kurikulum
17. Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan
18. Apa itu Kebenaran?
19. Teori-teori Kebenaran
20. Hubungan Hukum, Ilmu, dan Kebenaran
21. Analisis Film Bee Movie
22. Analisis Lagu “G-Eazy & Bebe Rexha – Me, Myself & I”
23. Asal Mula Perilaku Menyimpang pada Remaja
24. Faktor-Faktor Lingkungan yang Memengaruhi Remaja
25. Pengembangan Pendidikan IPS di Masyarakat
26. Filsafat Pendidikan
27. Asas Pemeriksaan Konsep Filsafat Pendidikan
28. Hakikat Logika
29. Posmodernisasi Pendidikan
30. Dekonstruksi Pendidikan
31. Evolusi Filsafat Pendidikan Masa Depan
32. Standar Kritis atas KKNI
33. MEA: Imperialisme
34. Antar-Ideologi
35. Relativisme dalam Pendidikan
36. Ideologi Jalan Ketiga
37. Rasionalitas Immanuel Kant
38. Rasionalitas Cartesian
39. Pendidikan dalam Konteks Terorisme
40. Mata Pelajaran Terorisme: Kompetensi: Pikiran, Kehendak, dan Tindakan
41. Dasar Filosofi; Transideologi
42. Membaca filsafat di balik kurikulum 2013
43. Intelektualisme dan Spiritualisme
44. Definisi Ontologi
45. Objek Kajian Ontologi
46. Aliran-Aliran dalam Metafisika Ontologi
47. Teologi
48. Pengertian Epistemologi
49. Persyaratan Epistemologis
50. Aliran-Aliran dalam Epistemologi
51. Pengertisn Aksiologis
52. Objek Aksiologis
53. Pengertian dan Ruang Lingkup Geografi
54. Cabang-cabang Geografi
55. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Geografi
56. Konsep – konsep Ilmu Geografi
57. Generalisasi Ilmu Geografi
58. Teori-Teori Geografi
59. Hakikat Pengetahuan
60. Perubahan Sosial Umum Masyarakat Desa
61. Hubungan kelas baru dalam pendidikan
62. Teknik Pengumpulan Data
63. Teknik Analisis Data
64. Permasalahan Gender
65. Masalah Gender di Indonesia
66. Kegunaan Filsafat bagi Manusia
67. Tradisi Masyarakat
68. Teori Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons
69. Teori Konflik Ralf Dahrendorf
70. Materi Apa yang Diperlukan Dalam Peubahan Global?
71. Problematika Pembelajaran IPS
72. Bagaimana Mengajarkan Pembelajaran IPS dalam Perubahan Global?
73. KELOMPOK KEKERABATAN
74. PERKAWINAN
75. RUMAH TANGGA DAN KELUARGA INTI















































Senin, 26 Desember 2016

RUMAH TANGGA DAN KELUARGA INTI



Keluarga merupakan akibat dari suatu perkawinan. Dalam keluarga akan membentuk suatu kesatuan social yang disebut rumah tangga. Dalam rumah tangga biasanya terdiri dari keluarga inti tetapi mungkin juga terdiri dari dua atau tiga keluarga inti, karena rumah tangga itu dapat diperbesar  oleh populasi pergenerasi. Untuk mengetahui itu semua diambil contoh masalah perumahan yang sering kali menyebabkan keluarga muda terpaksa menumpang dirumah orang tua mereka. Selama mereka belum mengurus ekonomi rumah tangga sendiri, dan maih turut makan dari dapur orang tua maka keluarga muda itu belum dikatakan membentuk rumah tangga. Sebaliknya, kalau mereka sudah mengurus  ekonomi rumah tangganya sendiri, walaupun mereka masih tinggal dirumah orang tua, maka mereka dapat dikatakan membentuk suatu rumah tangga.
Keluarga adalah kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan. Orang-orang yang termasuk keluarga ialah ibu, bapak, dan anak-anaknya. Sekelompok manusia (ibu, bapak, dan anak-anaknya) disebut keluarga nuklear atau keluarga inti.
            Keluarga luas adalah mencakup semua orang yang berketurunan daripada kakek nenek yang sama, termasuk keturunan masing-masing istri dan suami. Keluarga prokreasi ialah keluarga dimana individu itu merupakan orang tua. Keluarga orientasi adalah keluarga di mana individu itu merupakan salah satu keturunan. Dalam arti kiasan “simbol”, istilah keluarga juga digunakan untuk segolongan orang yang hidup bersama atau segolongan orang yang hidup dalam suatu rumah besar (rumah keluarga), kekerabatan (A.W.Widjaja, 1986).
            Keluarga batih (nuclear family) adalah keluarga inti di mana kelompok kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak yang belum memisahkan diri sebagai keluarga batih atau keluarga inti sendiri. Kekerabatan yang terdiri atas tiga atau empat keluarga batih (inti) yang terkait oleh hubungan orang tua anak atau sudara kandung dan oleh satu tempat tinggal bersama yang besar.
            Dalam bentuknya yang paling dasar, sebuah keluarga terdiri atas seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan anak mereka yang biasanya tinggal dalam satu rumah yang sama yang disebut inti. Walaupun suatu keluarga secara resminya selalu terbentuk oleh adanya suatu hubungan perkawinan yang berdasarkan atas peraturan perkawinan yang sah, teatapi tidak selamanya keluarga inti terwujud karena di sahkan oleh suatu peraturan perkawinan.

PERKAWINAN



Dalam perkawinan, aspek budaya dan aspek biologis manusia sangat erat terkait karena menyangkut prokreasi dalam populasi.
            Populasi, dalam pengertian biologis, adalah sekelompok individu satu spesies yang mendiami suatu teritori dan yang saling kawin-mawin (breeding population) dan yang dalam proses kawin-mawin itu terisolasi dari kelompok sejenis lainnya (Halicz, 1961). Dengan demikian, genom setiap anggota populasi dan yang dikenal sebagai genotipe, merupakan milik bersama kelompok ini dan disebut gene pool. Gen-gen yang merupakan gene pool ini, tetap beredar dalam populasi dan menentukan rupa biologisnya.
            Pada makhluk hidup, selain pada manusia, proses kawin-mawin ini dalam populasi umumnya bebas dan secara teoretis dapat disebut panmiksi, yakni perjodohan bebas dan acak. Pada manusia, perkawinan diatur oleh adat, agama serta faktor sosial-budaya. Oleh karena itu, pada manusia pengertian populasi menjadi sedikit lebih rumit.
            Dari segi biologis sangat penting juga persoalan jumlah individu dalam suatu populasi. Populasi besar tetap dalam keseimbangan genetis dan dengan ini sanggup mempertahankan status quo-nya, dalam arti terdapat keseimbangan antara homo-zigot dan hetero-zigot. Populasi kecil sangat gampang dapat mengalami goncangan genetis, karena terdominasi oleh mutan-mutan dan cenderung ke arah dominasi homo-zigot. Karena itu, populasi kecil cenderung merosot secara biologis (inbreeding depression) (Bodmer & Cavalli-Sforza 1976, Schwidetzky, 1971).
1.      Upacara Perkawinan di dalam Kebudayaan Jawa
          Secara teoritik-konsepsional dalam budaya Jawa dikenal konsep meminang, yaitu pihak keluarga laki-laki meminang terhadap perempuan. Berdasarkan tradisi Jawa, ternyata perkawinan selalu didasarkan atas kesepakatan awal yang disebut sebagai meminang atau lamaran, di mana pihak keluarga laki-laki meminang kepada pihak keluarga perempuan. Meskipun kegiatan ini penuh basa-basi, tentunya memegang peran penting sebab kesepakatan untuk melakukan ikatan besanan ditentukan oleh proses awal ini.

2.      Upacara di dalam Tradisi Perkawinan
          Di dalam tradisi Jawa, upacara yang terkait dengan kehidupan dikonsepsikan oleh para ahli antropologi sebagai upacara lingkar hidup yang dikonsepsikan oleh orang Jawa sebagai slametan, yaitu suatu upacara makan bersama makanan yang telah diberi doa sebelum dibagi-bagikan. Slametan tidak terpisahkan dari pandangan alam pikiran partisipasi dan erat hubungannya dengan kepercayaan pada unsur-unsur kekuatan sakti maupun makhluk-makhluk halus. Slametan ditujukan agar tidak ada gangguan apa pun di dalam kehidupan manusia.

3.      Hubungan Suami-Istri antara Hak dan Kewajiban
          Suami dan istri adalah konsep yang diakibatkan oleh adanya proses perkawinan antara dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan, yang telah bersepakat untuk mengikat dan berserikat dalam sebuah lembaga keluarga yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban dalam mengarungi sebuah kehidupan bersama.
          Kesepakatan mengenai tali perkawinan pada dasarnya dilandasi oleh kenyataan bahwa kedua makhluk ini saling memiliki perbedaan baik yang bersifat natural maupun potensi. Oleh karena itu, selalu ada konsepsi dikotomis ketika melihat relasi antara laki-laki dan perempuan di dalam konteks konstruksi sosial, baik yang berasal dari paham keagamaan, sosial maupun budaya.



4.      Perubahan Kebudayaan
          Perubahan tradisi pada suatu komunitas dapat dilihat dari perspektif perubahan kebudayaan. Secara teoritis, perubahan kebudayaan mencakup lima hal pokok. Pertama, perubahan sistem nilai yang prosesnya mulai dari penerimaan nilai baru dengan proses integrasi ke disintegrasi untuk selanjutnya menuju reintegrasi. Kedua, perubahan sistem makna dan sistem pengetahuan, yang berupa penerimaan suatu kerangka makna (kerangka pengetahuan), penolakan, dan sikap penerimaan makna baru dengan proses orientasi ke disorientasi ke reorientasi sistem kognitifnya. Ketiga, perubahan sistem tingkah laku yang berproses dari penerimaan tingkah laku, penolakan dan penerimaan tingkah laku baru. Keempat, perubahan sistem interaksi, di mana akan muncul gerak sosialisasi melalui disosialisasi ke resosialisasi. Kelima, perubahan sistem kelembagaan/pemantapan interaksi, yakni pergeseran dari tahapan organisasi ke disorganisasi ke reorganisasi.

KELOMPOK KEKERABATAN



System kekerabatan merupakan satu kesatuan silsilah, baik keturunan biologis maupun budaya, yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan.
·         Umumnya, kelompok kekerabatan dapat dibedakan atas beberapa jenis. Berikut ini jenis-jenis kelompok kekerabatan dalam ilmu sosiologi.
a.       Keluarga Ambilineal Kecil. Biasanya, kelompok kekerabatan ini beranggotakan kira-kira 25-30 orang. Keluarga ambilineal kecil ini menghidupkan rasa solidaritasnya karena mereka mengusai sejumlah harta produktif yang dapat dinikmati bersama. Harta produktif itu biasanya, berupa tanah, kolam, kebun, sawah, dan ternak.
b.      Keluarga Ambilineal Besar. Anggota dalam kelompok ini terdiri atas beberapa generasi hingga jumlah anggotanya mencapai ratusan orang. Umumnya, akibat jumlah yang demikian banyak itu, anggota kelompok tidak lagi saling mengenal secara mendalam. Mereka akan berkumpul pada saat-saat tertentu saja, seperti pada saat upacara keagamaan.
·         Klen Kecil. Klen kecil merupakan suatu bentuk kelompok kekerabatan berdasarkan ikatan melalui garis-garis keturunan laki-laki saja atau garis keturunan perempuan saja. Umumnya, mereka mengetahui hubungan kekerabatan di antara mereka. Mereka saling mengenal dan bergaul karena sebagian besar masih tinggal bersama dalam suatu desa atau lingkungan permukiman, bahkan dalam satu rumah.
·         Klen Besar. Klen besar merupakan kelompok kekerabatan yang terdiri atas semua keturunan seorang nenek moyang, baik laki-laki maupun perempuan. Keanggotaannya ditarik menurut garis keturunan ibu atau garis keturunan ayah. Oleh karena itu, jumlahnya mencapai ribuan orang. Akibatnya, mereka umumnya tidak saling mengenal. Namun demikian, umumnya warga klen besar umumnya disatukan oleh tanda-tanda lahiriah yang dimiliki bersama. Tanda-tanda itu, biasanya, berupa nama, nyanyian-nyanyian, dongeng-dongeng suci, dan lambang-lambang.
·         Fratri. Fratri adalah kelompok-kelompok kekerabatan patrilineal (menurut garis keturunan ayah) atau matrilineal (menurut garis keturunan ibu). Sifatnya lokal dan merupakan gabungan dari kelompok-kelompok  klen setempat, baik yang berskala besar maupun yang berskala kecil.
·         Paroh Masyarakat ( moeity). Paroh masyarakat adalah kelompok kekerabatan gabungan klen seperti fratri, tetapi selalu merupakan separuh dari suatu masyarakat. Paruh masyarakat dapat merupakan gabungan dari beberapa klen kecil atau klen besar.
            Contoh pemerincian dari sistem kekerabatan ke dalam: perkawinan, tolong-menolong antarkerabat, sopan-santun pergaulan antarkerabat, sistem istilah kekerabatan dan sebagainya.
            Dari contoh-contoh tersebut di atas serta tampak bahwa di antara unsur-unsur golongan ketiga ini pum ada yang bersifat universal, yaitu perkawinan. Seperti halnya contoh sistem kekerabatan tersebut di atas, demi logika sistematik pemerincian, maka sistem perkawinan tidak kita sebut unsur kebudayaan universal, tetapi tetap kompleks budaya dan kompleks sosial saja.
            Usaha pemerincian dapat kita lanjutkan untuk memerinci kompleks budaya dan kompleks sosial ke dalam tema budaya dan pola sosial. Contohnya: perkawinan dapat diperinci ke dalam pelamaran, upacara pernikahan, perayaan, mas kawin, harta pembawaan pengantin wanita, adat menetap sesudah nikah, poligami, poliandri, perceraian dan sebagainya.
            Akhirnya masih ada satu tahap pemerincian lagi, yaitu pemerincian dari tema budaya dan pola sosial ke dalam gagasan dan tindakan. Dalam hal itu sub-subunsur mas kawin misalnya dapat kita perinci satu langkah lebih lanjut lagi, ke dalam sub-subunsur yang kecil seperti: bagian harta mas kawin yang berupa tanah, bagian harta mas kawin yang berupa ternak, bagian harta mas kawin yang berupa benda adat, bagian harta benda mas kawin yang berupa benda-benda perlambang, bagian harta mas kawin yang berupa benda perhiasan, bagian harta benda mas kawin yang berupa uang tunai, upacara penyerahan mas kawin, upacara pertukaran harta pengantin pria dan harta pengantin wanita dan sebagainya.
            Di antara unsur-unsur golongan kecil ini biasanya tidak ada yang bersifat universal, karena unsur-unsur kebudayaan seperti itu sudah terlampau kecil. Apabila kita tinjau contoh mengenai sub-subunsur “mas kawin” tersebut diatas, maka tampak bahwa harta “mas kawin yang berupa ternak” tidak terdapat disemua kebudayaan di dunia. Yang jelas adalah bahwa unsur kecil itu tidak ada di Indonesia (kecuali pada beberapa suku bangsa di Irian Jaya dimana babi merupakan unsur mas kawin), bahkan tidak ada juga dikebudayaan-kebudayaan di Asia Tenggara pada umumnya. Sebaliknya, pada banyak kebudayaan suku-suku bangsa penduduk Afrika Timur, ternak (sapi) merupakan unsur yang sangat dominan dalam mas kawin. Adapun unsur kecil “upacara penyerahan mas kawin” juga bukan suatu hal yang universal. Pada kebudayaan suku Jawa, upacara itu jelas tidak ada; sebaliknya dalam kebudayaan beberapa suku dipantai utara Irian Jaya, upacara itu merupakan upacara penting tersendiri, lepas dari upacara pernikahan.

Bagaimana Mengajarkan Pembelajaran IPS dalam Perubahan Global?



Wiriaatmadja (2002:276), Guru harus selalu memperbaharui kemahiran profesionalnya (professional skills). Di antara kemahiran guru yang selalu perlu ditingkatkan adalah kemampuan mengajarnya (teaching skills). Melalui pelatihan lokakarya, seminar, atau pertemuan-pertemuan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), dan lain-lain kemahiran-kemahiran itu dapat diupayakan dan diperoleh dengan mendatangkan narasumber.
            Nana Supriatna (2002:18) menyebut terdapat beberapa strategi dalam mengajarkan keterampilan sosial kepada peserta didik melalui IPS, diantaranya adalah cooperative learning, konstruktivistik dan inquiry. Pertama, Wiriaatmadja (2002:277) juga menyebutkan salah satu aspek dari kemahiran mangajar guru IPS yang dituntut untuk ditingkatkan dengan masuknya arus globalisasi adalah menyajikan pembelajaran IPS dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan model-model pembelajaran yang relevan dengan apa yang menjadi tujuan pembelajaran. Misalnya dengan cooperative learning, maka pelajaran IPS tidak semata-mata menghafal fakta, konsep, dan pengetahuan yang besifat kognitif rendah lainnya serta guru sebagai satu-satunya sumber informasi melainkan akan membawa siswa untuk berpartisipasi aktif, karena mereka akan diminta melakukan berbagi tugas seperti bekerja secara berkelompok, melakukan inkuiri, dan melaporkan hasil kegiatannya kepada kelas.
            Ini berarti bahwa guru bukan satu-satunya yang memberikan informasi karena siswa akan mencari sumber yang beragam dan terlibat dalam berbagai kegiatan belajar yang beragam pula. Sedangkan peran guru kecuali harus bertindak sebagai fasilitator dalam semua kegiatan ini, ia juga harus mengamati proses pembelajaran untuk memberikan penilaian (assessment), tidak hanya untuk perolehan pengetahuan ke-IPS-an (product) saja, melainkan menilai keterampilan social siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung (process), yang mencakup penilaian untuk ranah afektif dan psikomotornya.
            Kedua, Strategi serta pendekatan konstruktivisme yang menempatkan siswa sebagai mitra pembelajaran dapat digunakan oleh guru IPS dalam mengembangkan keterampilan sosial. Keterampilan siswa dalam hal memperoleh, mengolah dan memanfaatkan informasi untuk memiliki, berdayakan dirinya dapat dilakukan melalui proses pembelajaran di kelas. Guru IPS yang konstruktivistis harus dapat memfasilitasi para siswanya dengan kesempatan untuk berlatih dalam mengklasifikasi, menganalisis dan mengolah informasi berdasarkan sumber-sumber yang mereka terima. Sikap kritis siswa terhadap informasi harus dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran di kelas. Guru juga harus selalu membiasakan siswa untuk memprediksi, mengklasifikasi dan menganalisis, dengan demikian aspek kognitif siswa yang dikembangkan tidak hanya keterampilan dalam menghafal dan mengingat melainkan juga menganalisis, memprediksi, mengkritisi dan mengevaluasi informasi yang mereka terima.
            Di era global ini sumber-sumber informasi yang tidak terbatas dapat digunakan sebagai materi pembelajaran IPS untuk mengembangkan keterampilan yang terkait dengan informasi tersebut. Kemajemukan informasi berdasarkan sumber serta keobjektivitasan dan kesubjektivitasan merupakan bahan yang menarik untuk mengembangkan keterampilan tersebut di dalam kelas.
            Ketiga, Menurut Marsh Colin dalam Supriatna (2002:19), Strategi inquiry menekankan peserta didik menggunakan keterampilan sosial dan intelektual, strategi ini menekankan peserta didik menggunakan keterampilan intelektual dalam memperoleh pengalaman baru atau informasi baru melalui investigasi yang sifatnya mandiri. Dengan demikian keterampilan memperoleh informasi baru berdasarkan pengetahuan mengenai informasi atau pengalaman belajar sebelumnya merupakan kondisi baik untuk mengembangkan keterampilan yang terkait untuk menguasai informasi.
            Selanjutnya Supriatna (2002:19), mengatakan beberapa keuntungan strategi ini yang terkait dengan penguasaan informasi diantaranya adalah:
1.      Strategi ini memungkinkan peserta didik melihat isi pelajaran lebih realistik dan positif ketika menganalisis dan mengaplikasikan data dalam memcahkan masalah.
2.      Member kesempatan kepada siswa untuk merefleksikan isu-isu tertentu, mencari data yang relevan, serta mambuat keputusan yang bermakna bagi mereka secara pribadi,
3.      Menempatkan guru sebagai fasilitator belajar sekaligus mengurangi perannya sebagai pusat kegiatan belajar.
Wiriaatmadja (2002:305-306) mengatakan belajar dan mengajar Ilmu-ilmu Sosial agar menjadi berdaya apabila proses pembelajarannya bermakna (meaningful), yaitu:
a.       Siswa belajar menjalin pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, dan sikap yang mereka anggap berguna bagi kehidupannya di sekolah atau di luar sekolah.
b.      Pengajaran ditekankan kepada pendalaman gagasan-gagasan penting yang terdapat dalam topik-topik yang dibahas, demi pemahaman, apresiasi dan aplikasi siswa.
c.       Kebermaknaan dan pentingnya materi pengajaran ditekankan kepada bagaimana cara, penyajiannya dan dikembangkannya melalui kegiatan aktif.
d.      Interaksi di dalam kelas difokuskan pada pendalaman topik-topik terpilih dan bukan pada pembahasan sekilas sebanyak mungkin materi.
e.       Kegiatan belajar yang bermakna dan strategi assessment (penilaian) hendaknya difokuskan pada perhatian siswa terhadap pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan yang penting yang terpateri dalam apa yang mereka pelajari.
f.       Guru hendaknya berpikir refektif dalam melakukan perencanaan/persiapan, pemberlakuan, dan assessment pembelajaran.